Mengapa Tembok Berlin runtuh pada bulan November 1989?
Gambar-gambar yang ditayangkan televisi Barat menyiratkan bahwa kehancuran sistem Komunis pada tahun 1989 adalah hasil dari kerinduan rakyat akan kemerdekaan dan demokrasi. Beberapa ahli sejarah mengklaim bahwa hal tersebut merupakan puncak kemenangan demokrasi Barat atas sistem politik lain. Namun, seiring berjalannya waktu, kita menyadari bahwa peristiwa pada tahun 1989 itu lebih menunjukkan runtuhnya sistem yang mati daripada kemenangan Barat dan pemberontakan rakyat demi demokrasi.
Apa pengaruh sejarah dari runtuhnya Tembok Berlin? Apakah kita mencapai Akhir Sejarah seperti yang dinyatakan oleh Francis Fukuyama?
Tidak diragukan lagi bahwa peristiwa itu adalah titik balik dalam sejarah; yang tidak hanya menandakan akhir Perang Dingin yang telah mendominasi Eropa sejak 1945, namun juga akhir dari sistem komunis yang telah memerintah Rusia sejak 1917.
Di seluruh Eropa Timur dan Rusia, rezim-rezim mulai berubah saat sejumlah negara meraih kemerdekaannya dari Uni Soviet.
"Apa yang mungkin kita saksikan bukan hanya akhir dari Perang Dingin, atau berlalunya periode tertentu dalam sejarah pascaperang, namun juga akhir dari sejarah itu sendiri: yaitu titik akhir evolusi ideologi umat manusia dan universalisasi demokrasi liberal Barat sebagai bentuk akhir pemerintahan manusia."
Saat dekolonisasi mengakhiri kekuasaan Eropa atas Afrika dan Asia, muncullah negara-negara baru. Uni Soviet adalah pihak yang mengail untung dari proses tersebut, dengan mendukung pemberontakan populer terhadap hukum imperial. Negara-negara tersebut sering menjadi medan pertempuran Perang Dingin, di Vietnam Selatan contohnya, Viet Kong didukung oleh Uni Soviet.
"Pada tahun 1950-an, tampaknya dunia cukup banyak yang mengikuti jalan Soviet"
Uni Soviet menjadi produsen peralatan industri berat dan militer yang efisien dan produktif; hal ini membuat CIA terlalu melebih-lebihkan kemampuan Uni Soviet - bahkan CIA memperkirakan bahwa PDB Uni Soviet dapat mencapai 3x lipat PDB AS pada tahun 2000.
Kenyataannya, Produk Domestik Bruto (PDB) Soviet tidak tumbuh secepat PDB AS, dan secara relatif Uni Soviet harus mengeluarkan dana dua kali lipat untuk bisa menandingi kekuatan misil dan angkatan darat AS. Pengeluaran semacam ini tidak berkelanjutan, namun penting bagi Soviet untuk menunjukkan kemampuannya dalam bersaing dengan kekuatan Barat.
Selain itu, kedua negara adikuasa ini menghabiskan banyak dana dalam usaha untuk memenangkan 'Perlombaan Angkasa'. Uni Soviet tampaknya lebih unggul saat satelit pertama mereka "Sputnik" (bawah) mengorbit di ruang angkasa tahun 1957.
Terlepas dari klaim yang berlawanan dari Uni Soviet, standar hidup di Uni Soviet amat jauh di bawah AS bahkan orang Amerika yang hidup di tahun 1920-an pun akan terheran-heran.
Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev menyadari bahwa propaganda sangatlah penting. Dia selalu menekankan bahwa Uni Soviet mampu memproduksi apa pun yang bisa diproduksi oleh AS, serta jauh di depan AS dalam hal inovasi.
Perbedaan dalam standar hidup sangat mencolok. Bahkan remaja di Uni Soviet mulai memahami peralihan dalam mode dan gaya hidup yang terjadi di Barat. Banyak di antara mereka yang ingin mengikuti mode Barat, namun meniru gaya hidup Jins Biru hampir tidak mungkin. Uni Soviet tidak pernah berhasil memproduksi jins mereka sendiri, terlepas dari kenyataan bahwa itu adalah pakaian 'pekerja'.
Sepanjang abad ke-20, AS memimpin dengan inovasi baru, mulai dari kamera, mobil, hingga jins.
Perekonomian terencana Uni Soviet memiliki kekurangan yang mendasar: tidak dapat bereaksi terhadap pergeseran tuntutan pelanggan, bergesernya harga relatif atau [ongkos] produksi. Para perencana tidak akan pernah memiliki informasi yang cukup untuk mengalokasikan sumber daya dengan optimal. Sistem tersebut sudah cacat sejak awal dan hampir tidak mungkin untuk dijalankan.
Saat harga minyak naik di tahun 1970-an, Uni Soviet menyadari akan adanya aliran pendapatan yang dapat digunakan untuk mempertahankan perekonomian dan bersaing dengan AS.
Perekonomian terencana Uni Soviet memiliki kekurangan yang mendasar - jika bukan karena harga minyak yang tinggi, Uni Soviet pasti sudah runtuh lebih awal.
1979 adalah tahun pergolakan, mungkin melebihi tahun 1989. Revolusi Iran, awal reformasi perekonomian di China, Margaret Thatcher mulai berkuasa di Inggris, dan penyerangan Uni Soviet ke Afganistan, semua menandakan perubahan dunia.
Saat Mikhail Gorbachev berkuasa, dia menyadari bahwa Uni Soviet harus berubah. Dia memulai dua program yang bertujuan membantu menjadikan Uni Soviet lebih kuat: Perestroika dan Glasnost.
Perestroika: Restrukturisasi Ekonomi, yang dengan cara apa pun, tidak pernah berhasil. Perekonomian mulai mengalami kemunduran dan masalah ekonomi semakin memburuk.
Glasnost: Transparansi dan keterbukaan baru bagi rakyat Uni Soviet. Akan tetapi, bersama kemunduran ekonomi ini, Glasnost memicu protes dan reaksi berantai yang tidak dapat dikendalikannya. 'Kemerdekaan' baru ini akhirnya meluap menjadi situasi yang tampak seperti revolusi di Uni Soviet.
Doktrin Sinatra ("My Way") memungkinkan negara-negara Eropa Timur mengejar tujuan dengan "cara mereka". Ini adalah perubahan yang dramatis dari penjajahan dan penindasan oposisi pemerintah lampau, mis. Tank Soviet di penjuru negara-negara seperti Cekoslowakia di tahun 1950-an.
Bersama dengan Glasnost, Doktrin Sinatra menghadirkan lebih banyak masalah. Jauh sebelum November 1989, perpecahan Uni Soviet di Negara-negara Baltik, Hungaria, Polandia, dan bahkan Berlin menjadi lebih jelas. Gorbachev dan pihaknya kehilangan kendali.
Tembok Berlin runtuh sebagai hasil dari peristiwa yang telah berlangsung di Eropa Timur sepanjang tahun 1989; ini adalah kesimpulan logis dari sistem mati yang dengan sia-sia berusaha mereformasi dirinya sendiri.
Runtuhnya Tembok Berlin seharusnya tidak dilihat sebagai kemenangan Barat atau "Akhir dari Sejarah". Ini lebih ke arah pengungkapan, bukan revolusi: runtuhnya Tembok Berlin menunjukkan betapa buruknya kinerja perekonomian terencana. Rakyat Eropa Timur begitu menginginkan gaya hidup yang nyaman, bahkan melebihi demokrasi dan kemerdekaan, dan perekonomian terencana tak mampu memberikan hal tersebut.
Akan tetapi, runtuhnya sistem tersebut menandai akhir dari sebuah dunia dengan dua kutub yang dapat dipahami dengan mudah. Hari ini, 23 tahun kemudian, dunia menjadi jauh lebih rumit. Negara adikuasa baru mulai muncul - China - dan sejumlah kekuatan lain, termasuk Federasi Rusia, masih memberikan pengaruh kuat terhadap dunia.
Curator — Niall Ferguson, Laurence A. Tisch Professor of History at Harvard University
— www.niallferguson.com