Kain selendang angkinan adalah contoh akulturasi kerajaan Palembang dengan Cina. Seni sulam - belakangan berkembang menjelang akhir abad 19 - dibawa ke Sumatra oleh seorang putri Cina yang dikirim ke Palembang. Kain angkinan ini disulam dengan benang sutra dari berbagai warna (diimpor dari Cina), benang emas, dan payet keemasan. Motif-motif yang nampak di sini berupa sulur-suluran daun, bunga peoni, dan pucuk rebung. Selendang dengan desain yang rumit seperti ini pastinya dibuat dengan keterampilan tinggi, dan berdasarkan adat setempat pasti hanya digunakan oleh bangsawan wanita untuk menghadiri upacara khusus.