Jalanan merupakan medan pertandingan kekuasaan antara masyarakat, kelompok paramiliter, negara, dan pasar. Dalam konteks ini, Fitri Setyaningsih menerjemahkan karya Punkasila mengenai kebisingan dan kekacauan sebagai bahasa bersama yang tercipta di jalanan, untuk merancang sebuah koreografi. Koreografi Fitri Setyaningsih bekerja dengan pengaturan tubuh, benda, serta suara di jalanan, yang kemudian dipindahkannya ke atas panggung dalam ukuran dan jarak terkecilnya.